Islam selalu meletakkan segala hal pada tempatnya yang seimbang dan benar sehingga tidak mengharamkan anjing. Akan tetapi, Islam membuat syarat-syarat khusus sehingga bibit penyakit yang mungkin dibawanya tidak menular kepada manusia. Di antara syarat-syarat tersebut adalah:
- Anjing yang dipelihara harus anjing yang sudah terlatih, terdidik, bersih dan tidak terjangkit penyakit.
- Memelihara bukan untuk kesenangan atau main-main.
- Memelihara untuk tujuan tertentu, seperti untuk menjaga rumah atau untuk berburu,
- Menyingkirkan anjing-anjing liar untuk berburu.
Tentang hal itu, Rasulullah saw bersabda,
“Barangsiapa yang memlihara anjing bukan untuk menjaga gembalaan atau berburu, maka amalannya akan dikurangi setiap hari satu qirath (4/6 dinar).” (HR. Bukhari)
“Barangsiapa yang memlihara anjing bukan untuk menjaga gembalaan atau berburu, maka amalannya akan dikurangi setiap hari satu qirath (4/6 dinar).” (HR. Bukhari)
Adapun yang dimaksudkan dengan definisi anjing terdidik adalah jika si anjing diundang, maka ia akan datang; kalau dilepas untuk berburu, dia akan bertahan; dan kalau diusir , ia akan pergi. Walaupun definisi ini ada sedikit perbedaan di antara ahli-ahli fiqih dalam beberapa hal yang terpenting adalah pendidikannya itu dapat dibuktikan menurut kebiasaan yang berlaku.
Khusus untuk anjing yang dipelihara sebagai anjing pemburu, jika anjing itu memakan daging binatang buruannya, maka hewan hasil buruan tersebut-meski sempat disembelih- dikategorikan sebagai sisa makanan anjing. Oleh karenanya hukumnya adalah haram. Begitu juga saat melepas anjing untuk berburu tanpa menyebut asma Allah, hukumnya adalah haram. Hal ini disamakan dengan hukum melepaskan anak panah, tombak, pedang dan senjata lainnya.
“Kalau kamu melepas anjing, kemudian anjing itu makan binatang buruannya, maka jangan kamu makan buruan itu sebab berarti anjing itu menangkap untuk dirinya sendiri. Tetapi jika kamu lepas anjing itu kemudian membunuh dan tidak makan, maka makanlah karena anjing itu menangkap untuk tuannya.” (HR. Ahmad).
bulu anjing menurut ahli fikih yang paling kuat hukumnya tidak najis, tapi air liurnya najis
Waspadai Bahaya Memelihara Anjing
Dalam hal tertentu Islam memang mengijinkan memelihara anjing. Akan tetapi, jika tidak cukup terdesak ada baiknya jika manusia tidak memeliharanya demi menjaga kesehatan dirinya dan lingkungannya. Perlu diketahui bahwasannya ada beberapa alasan penting yang menyebabkan batasan-batasan tentang kebiasaan memelihara anjing sangat perlu diterapkan. Secara ilmiah cacing-cacing berbahaya dapat lebih bertahan hidup jika berada dalam perut anjing, diantara jenis itu adalah:
- Cacing pita jenis Dibeld Cuninam yang menyebabkan kerusakan alat pencernakan, pankreas, dan kantong empedu, terkadang juga masuk ke hati menembus lambung serta menyebabkan radang prostat.
- Cacing Miletbisip. Telur cacing ini keluar bersama kotoran anjing. Jika berpindah ke manusia, akan membentuk kantong dalam otak sehingga mengakibatkan terganggunya otak, tidak mampu melihat, atau keseimbangan tubuh akan hilang.
- Cacing pita yang dinamakan Taenia akinoks, yang dapat berpindah dengan mudah dari dubur anjing ke mulutnya sehingga mulutnya akan tercemar ribuan telur-telur cacing. Jika berpindah ke manusia akan menyebabkan penyakit hepatitis. Penyakit ini menyerang daerah hati, paru-paru, limpa, pankreas, otak dan tulang belakang.
Karena alasan-alasan di atas itulah Rasulullah saw begitu mengkhususkan hidung dan mulut anjing sebagai tempat yang paling patut diwaspadai dibandingkan bagian-bagian tubuh yang lain. Cacing-cacing tersebut penuh dengan telur-telur yang telah dibuahi. Ketika sampai di lubang moncongnya, anjing akan merasa gatal dan menggaruknya dengan moncongnya. Dari sini penyakit dapat menyebar dengan mudah. Begitu mudahnya sampai-sampai Rasulullah saw menasehatkan agar mencuci wadah yang terkena jilatan anjing sebanyak tujuh kali dengan air bersih dimana salah satunya memakai debu (atau sabun). Sementara itu, mengenai bulu anjing menurut ahli fiqih yang terkuat hukumnya adalah suci. Tidak ada alasan menyatakannya najis. Bulu anjing tidak sama seperti bulu babi yang pada setiap helainya terdapat bibit penyakit karena di kulitnya ada parasit yang dinamakan Swine Erysipelas (pernah dibahas di topik bahaya daging babi bagi kesehatan). Satu-satunya yang menjadikan bulu anjing menjadi najis adalah karena bulu-bulu itu dikhawatirkan telah terkena air liurnya.
Anjing mungkin saja bukan satu-satunya hewan peliharaan yang mudah terjangkit penyakit sebagaimana kucing juga rentan terkena toksoplasma. Namun demikian, kita bisa menyimpulkan bahwa ditinjau dari sisi kesehatan, fisik anjing jauh lebih rentan pada penyakit ketimbang fisik kucing atau hewan peliharaan lainnya. Maka jika sekarang ini kita lihat jumlah klinik khusus anjing jumlahnya lebih banyak dibanding klinik khusus kucing sebaiknya kita tidak perlu lagi merasa heran.
Sumber:http://ratualit.blogspot.co.id/2008/10/orang-islam-memelihara-anjing-bagaimana.html
0 komentar:
Posting Komentar