Sabtu, 26 November 2016

NAJIS

A. PENGERTIAN NAJIS
Najis menurut bahasa adalah kotor. Sedangkan menurut istilah adalah kotoran yang wajib dihindari dan dibersihkan oleh setiap muslim manakala terkena olehnya.(Fiqhus Sunah lisayyid Sabiq I/14,)
B. PEMBAGIAN NAJIS DAN CARA MENCUCINYA
Secara garis besar najis itu terbagi tiga :
1. Najis Mugholadhoh;
2. Najis Mukhofafah dan
3. Najis Mutawasithoh
1. Najis Mugholadhoh
Najis Mugholadhoh adalah najisnya anjing dan babi beserta anak dan keturunannya. Cara membersihkannya adalah dengan tujuh basuhan dan salah satunya memakai tanah. Cara ini disebut ta’abud (bentuk ibadah) artinya sesuatu yang tidak boleh ditawar dan diganti dengan cara lain seperti dengan deterjen atau lainnya.Hal ini sebagaimana sabda Rosulallah SAW:
عن أبي هريرةَ رضي الله عنه قال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : طُهُوْرُ إِنَاءِ اَحَدَكُمْ إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِيْهِ اَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَاتٍ أُوْلاَهُنَّ بِالتُّرَابِ ( رواه مسلم )
“ Dari Abi Hurairota RA telah berkata : Bahwa Rosulallah SAW telah bersabda “, Cara mensucikan bejana salah satu dari kalian adalah dengan apabila dijilat anjing maka hendaklah dibasuh sebanyak tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan tanah. HR Muslim
Adapun babi disamakan dengan anjing karena termasuk binatang yang menjijikkan bahkan lebih dari anjing. Oleh karena itu cara membasuhnyapun sama dengan anjing. Sebagaimana firman Allah SWT :
اَوْ لحَمَْ خِنْـزِيْرٍ فَإِِنَّهُ رِجْسٌ ....... ( الانعام :145)
“ (atau yang diharamkan juga),daging babi itu keji (najis) (QS : Al An’am :145)
2. Najis Mukhoffafah
Najis Mukhofafah adalah air kencing bayi laki-laki, belum berusia 2 tahun dan hanya mengkonsumsi ASI (Air Susu Ibu) selama itu. Cara membersihkannya adalah dengan memercikkan air secara merata ketempat yang terkena najis tersebut. Sedangkan apabila bayi tersebut perempuan atau sudah lebih 2 tahun atau sudah mengkonsumsi selain ASI, maka air kencing tersebut masuk ke dalam golongan najis mutawasthoh yang harus dibasuh dengan air. Dalam sebuah hadist Nabi Muhammad SAW bersabda :
عن أم قيس رضي الله عنها أَنَّهَا جَائَتْ بِاِبْنٍ بِهَا لَمْ يَأْكُلِ الطَّعَامَ فَأَجْلَسَاهُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي حِجْرِهِ فَبَالَ عَلَيْهِ فَدَعَا بِمَاءٍ فَنَضَحَهُ وَلَمْ يَغْسِلْه (رواه البخارى ومسلم )
Dari Umi Qoes RA : Sesungguhnya ia pernah membawa seorang anaknya yang laki-laki yang belum makan makanan (kecuali ASI). Lalu anak itu dipangku oleh Rosulallah SAW lalu anak itu kencing di pangkuannya. Kemudian Beliau meminta air lalu memercikanair itu ke bagian yang terkena air kencing dan beliau tidak membasuhnya. ( HR. Bukhori Muslim)
3. Najis Mutawasithoh
Najis Mutawasithoh adalah selain najis yang di atas (mugholadhoh dan Mukhofafah).
Adapun yang termasuk ke dalam najis mutawasithoh adalah :
a. Air kencing, yang dimaksud adalh air kencing bukan najis mukhoffah sebagaimana dia atas. Hal ini sebagaimana telah disebutkan dalam hadist :
عن أنس رضي الله عنه قال : جَاءَ أَعْرَبِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ الْمَسْجِدِ فَزَجَرَهُ النّاَسُ فَنَهَاهُمْ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِدَنُوْبٍ مِنْ مَّاءٍ فَأَهْرَقَ عَلَيْهِ ( رواه البخارى ومسلم)
“ Dari Anas RA berkata : telah datang seorang Arab dusun kepada Rosulallah SAW lalu dia kencing di sudut mesjid. Orang-orang yang melihatnya segera membentaknya.Lalu Beliau melarang mereka. Setelah laki-laki tersebut selesai kencing, Baginda Rosul memerintahkan untuk mengambil seember air, lalu Beliau menyiramkannya. HR bukhori dan Muslim
B. Tinja, yaitu kotoran manusia dan kotoran binatang waluapun kotoran binatang yang bangkainya halal dimakan seperti ikan dan belalang. Oleh karena itu hati-hati jangan makan ikan asin kecuali asin teri yang diasinnya atau pindang yang dipindangnya tidak dibuang kotorannya, atau kotoran binatang yang tak mengalir darahnya ketika dipotong seperti capung, tawon dll, karena tetap najis. Kenajisan tinja sebagaimana tersebut dalam sebuah hadist :
عن أبن مسعود رضي الله عنه قال :لَمَّا أَتَى النبي صلى الله عليه وسلم الغَائِطَ أَمَرَنِى اَنْ أَتِيَهُ بِثَلاثَةِ أَحْجَارٍ، فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ. وَالْتَمَسْتُ الثَّالِثَ فَلَمْ أَجِدْهُ؛ فَأَخَذْتُ رَوْثَةً فَأََتَيْتُهُ بِهَا، فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وَقَالَ:هَذَا رِجْسٌ(رواه البخارى)
Dari Ibnu Mas’ud RA : Bahwasanya Nabi Muhammad SAW tatakala buang air besar,Beliau menyuruhku untuk mendatangkan 3 buah batu, lalu aku menemukan 2 batu, lalu aku mencari batu ke 3 ,hingga aku tidak menemukannya. Lalu aku mengambil sebuah kotoran kering kemudian aku berikan pada beliau. Lalu mengambil kedua batu tersebut dan dibuanglah kotroran kering tersebut dan beliau berkata : Sesungguhnya ini ( tinja ) itu Najis “, HR Bukhori
c. Darah, dalam hadist disebutkan :
عَنْ أَسْمَاَءِ بِنْتِ أَبِيْ بَكْرٍ رضي اللهُ عنه أَنَّ النََِّبيَّ صلى الله عليه وسلم فِي الدَّمِ يُصِيْبُ الثَّوْبَ قَالَ تَحته ثم تقرصه بالماء ثم تنضحه ( رواه البخارى ومسلم )
Dari Asma’ binti Abi Bakar RA: Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda tentang darah haid yang mengenai kain, “ Buanglah darah itu dan kainnya boleh kamu pakai sholat” (HR Bukhori Muslim )
Yang dimaksud dengan darah di sini adalah darah yang mengalir walupun ia membeku dengan sebab cuaca atau darah yang dima’af untuk dikonsumsi seperti darah yang masih nempel pada tulang atau daging tetap saja najis. Adapun minyak misik yang berasal dari darah, ‘alaqoh (darah kental), mudghoh (daging kental), sperma atau susu yang berwarna darah,darah yang ada di dalam telur yang tidak busuk dan darah yang tidak mengalir, maka itu tidak najis seperti hati, limpa sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT :
قُلْ لاَ أَجِدُ فِيْمَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَائِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ اَنْ يَكُوْنَ مَيْتَةً اَوْ دَمًّا مَّسْفُوْحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا (الانعام : 145)
“Katakanlah, Ya Muhammad SAW tidaklah aku peroleh wahyu yang diturunkan kepadaku tentang suatu makanan yang diharamkan atas orang yang memakannya , kecuali bangkai, darah yang mengalir atau daging babi, karena seseungguhnya itu adalah najis atau terlarang ( QS : Al-An’am : 145)
d. Nanah, cairan yang keluar dari sebab luka dan berbau busuk
e. Muntah, yaitu makanan yang keluar dari perut besar (maidah). Maidah adalah tempat segala najis dalam badan manusia (lambung). Apabila yang dimuntahkan itu belum sampai pada maidah, maka itu tidak dihukumi najis;
f. Madzi, yaitu cairan yang berwarna putih kekuning-kuningan encer yang biasanya keluar dari kemaluan tatkala syahwat kuat bergejolak. Dalam hadist disebutkan :
عَنْ عَلِيٍّ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَـهُ : أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ رَجُلاً مَذَّأً فَاسْتَحَيْتُ أَنْ أَسْأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لمَِكَانِ اْبنِهِ فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنِ اْلاَسْوَادِ فَسَأَلَهُ فَقَالَ : يُغْسَلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ (متفق عليه)
Dari Ali bin Abi Tholib KW : Sesungguhnya dia berkata ; “Aku ini seorang laki-laki yang sering keluar madzi , namun aku malu menanyakan hukumnya pada Rosulallah SAW, karena ia mertuaku. Lalu aku menyuruh miqdad bin Aswad unutk menanyakannya pada beliau. Lalu berdabdalah beliau “. Basuhlah kemaluannya dan berwudhulah”. HR Bukhori Muslim
g. Wadi, yaitu cairan yang berwarna putih seperti bekas cucian beras, keruh yang biasanya keluar dari kemaluan setelah buang air kecil atau setelah mengangkat beban yang berat. Adapun air mani, yaitu air yang keluar dengan ciri-ciri : lezat ketika keluar, memencar dan adonan roti ketika basah dan putih telur ayam jika kering., tidaklah termasuk ke dalam cairan yang najis. Hal ini diterangkan dengan hadist :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا كَانَتْ تَحُّكُ الْمَنِيَّ مِنْ ثَوْبِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يُصَلِّى فِيْهِ (رواه البخاري ومسلم )
Dari Siti Aisah RA : Bahwasanya beliau pernah membuang mani dari kain Nabi Muhammad SAW kemudian beliau sholat (HR Bukhori Muslim)
h. Bangkai, ia adalah keseluruhan tubuh hewan yang mati tidak dengan aturan syara’ seperti disembelih, kecuali bangkai ikan, belalang, janin yang ikut mati karena disembelih ibunya, hewan misalnya; ayam hutan, kijang yang mati oleh binatang pemburu yang terlatih misalnya anjing dan jenajah manusia.
Adapun bangkai ikan, belalang dan jenajah manusia dihukumi suci sebagaimana telah disebutkan dalam beberapa hadist :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَِبيَّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم قَالَ:لاَ تَنَجَّسُوْا مَوْتَاكُمْ فَإِنَّ الْمُؤْمِنَ لاَ يَنْجِسُ حَيًّا وَلاَ مَيِّتًا (رواه الحاكم والبيهقى)
Dari Ibnu Abbasa Ra : Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW: bersabda “Janganlah kalian mengannggap bangkai kalian itu najis, karena seseungguhnya orang-orang mukmin itu tidak najis baik keadaan hidup maupun mati” ( HR Hakim Dan Baehaqie)
Dalam hadist lain disebutkan :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : أُحِلَّتْ لَنَا مَيِّتَتَانِ وَدَمَّانِ فَأَمَّا الْمَيِّتَتَانِ فَاْلحُوْتُ وَاْلجَرَادُ فَأَمَّا الدَّمَانِ فَاْلكَبِدُ وَالطِّحَالُ (رواه ابن ماجه والحاكم)
Dari Ibnu Umar RA telah berkata : Telah dihalalkan bagi kita dua bangkai, yaitu ikan dan belalang. Adapun dua darah yaitu hati dan limpa ( HR Ibnu Majah dan Hakim )
i. Arak atau minuman yang memabukan lainnya. Mereka beralasan dengan firman Allah SWT :
إِنَّمَاالْخَمْرُ وَاْلمَيْسِرُ وَاْلاَنْصَابُ وَاْلاَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ (المائدة : 90)
“ Sesungguhnya arak, judi, berhala adalah pekerjaan yang keji, ia termasuk pekerjaan syaethon. Oleh karena itu jauhilah ia” (QS : Al-Maidah : 90)
Kata “rijsun” menurut bahasa adalah kotoran. Sedangkan menurut istilah adalah najis (Asnal Matholib fii roudhotitholib I/25)
j. Cairan luka, yang sering dinamakan darah putih;
k. Cairan yang keluar dari mulut orang yang sedang tidur, jika diyakini keluarnya dari maidah (lambung), jika tidak demikian, maka dianggap suci.
l. Air susu dari hewan yang tidak dimakan dagingnya, kecuali air susu manusia;
m. Daging binatang yang dipotong selagi hidup, daging ini dianggap mati dan haram dimakan. Hal ini telah disebutkan dalam sebuah hadist :
عن أبي واقد الليثى رضي الله عنه : قال : قَالَ رسولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّم : مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيْمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَهِيَ مَيِّتَةٌ ( رواه أبو دود والبيهيقى )
Dari Abi Waqid al Laesti RA telah berkata ; telah bersabda Rosulallah SAW : Sesutu yang dipotong dari binatang yang hidup adalah bangkai ( HR Abu Daud dan Baehaqi)
Dari beberapa bagian najis di atas, ada juga najis yang dima’fu (dimaafkan), jadi tidak membahayakan akan keabsahan sholat. Diantaranya adalah darah nyamuk, nanah yang sedikit yang mengena pada badan, pakaian dan tempat sholat, bisul atau jerawat yang mengeluarkan darah dengan sendirinya(bukan disengaja ). Namun jika hal itu dalam jumlah yang banyak atau ada kesengajaan dari orang itu, maka tetap membahayakan keabsahan sholat. Begitupun binatang yang tidak mengeluarkan darah tatkala tubuhnya dipotong seperti capung , tawon, tuma yang menimpa pada air dengan sendirinya dan tidak merobah keadaan warna, bau dan rasa air. Namun jika hal itu sengaja dilemparkan atau diletakan di air atau merobah keadaan warna, bau dan rasa air, maka hal itu akan menjadikan air mutanajis.
Selanjutnya ketiga najis tersebut di atas terbagi lagi menjadi dua bagian :
a) Najis ‘Ainiyyah
b) Najis Hukmiyyah
Najis ‘Ainiyyah adalah najis yang nampak bentuk, bau dan rasanya seperti najis tersebut di atas. Cara membersihkannya adalah dengan menghilangkan bentuk, bau dan rasanya, kemudian membasuhnya satu kali
Najis Hukmiyyah adalah najis yang tidak ada bentuk, bau dan rasanya seperti air kencing yang sudah mongering. Cara membersihkannya adalah cukup membasuh dengan air satu kali
C. HAL-HAL NAJIS YANG BISA MENJADI SUCI
Hal-hal yang najis bisa menjadi suci dengan cara-cara yang diatur oleh syariat ada 3 :
1. Kulit bangkai binatang. Kulit bangkai binatang selain anjing dan babi serta turunanannya bisa jadi suci dengan cara disamak. Menyamak yaitu dengan membuang daging-daging yang menempel pada kulit yang jika dibiarkan akan membusukan kulit dan mengosok-gosok kulit binatang tersebut dengan sesuatu yang sepet walupun dari sesuatu yang najis seperti tai burung. Dasar hukum menyamak tersebut dalam sebuah hadist :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( إِذَا دُبِغَ اْلاِيْهَابُ فَقَدْ طَهُرَ )) رواه مسلم
Dari Ibnu Abbas RA telah berkata : Rosulallah SAW telah bersabda : Apabila bangkai disamak, maka ia telah sucilah (HR Muslim)
2. Arak jika menjadi cuka, yaitu jika arak dibiarkan dalam waktu yang cukup lama tiba-tiba dengan sendirinya menjadi cuka tanpa ada upaya apapun seperti dengan memindahkan dari sinar matahari ketempat yang teduh atau sebaliknya atau dengan dicampur benda lain seperti kerikil, maka arak tersebut suci begitupun wadah yang dipakai arak tadi dan bisa dimampaatkan ( diminum ).
Namun jika ada upaya atau dicampur dengan yang lain supaya jadi cuka, maka arak itu walaupun jadi cuka tetap saja najis. Kerena tindakan ini dalam ajaran agama masuk dalam menyegerakan sesuatu sebelum waktunya, yang akibatnya akan terhalang dari mendapatkan apa yang dia inginkan. Sama halnya seperti ini membunuhnya ahli waris kepada pewaris dengan maksud ingin segera memperoleh harta warisan atau sholat sebelum waktunya tiba, maka sholatnya tidak sah dll.
2. Binatang yang berasal dari yang suci seperti ulat yang masih tetap berada di dalam buah-buahan, misalnya ulat yang berada dalam buah apel, belimbing, petai, jambu air atau jambu batu dll. Berbeda jika ulat tadi sudah dikeluarkan dari buah-buahan tadi, kemudian dimakan. Ini adalah tetap najis dan haram dikonsumsi.

Sumber:https://www.facebook.com/permalink.php?id=452998241454140&story_fbid=453938178026813

0 komentar:

Posting Komentar